Telat ngangkat, frase yang cukup sering kita dengar dan punya implikasi lumayan fatal kalau tidak dilakukan; menjemur baju di musim hujan, menggoreng ikan sambil menyimak drakor, fotokopi dokumen penting sambil melacak order makanan online dan masih banyak lagi. Istilah ini tidak dikenal di dunia periklanan tapi memiliki banyak persamaan dengan kondisi yang berkembang.
Indonesia awal 90-an hingga jelang 2010 adalah masa keemasan advertising agency baik multinasional maupun lokal. Media konvensional seperti televisi, koran, radio mendapat tersendiri di hati pemirsa dan tentu saja industrinya. Semua larut dalam gempita periklanan yang imajiner, tanpa sadar akan kehadiran sebuah alternatif yang akan merubah semuanya.
Alternatif itu bernama digital, perlahan tapi pasti menggantikan kedigjayaan medium tradisional lainnya. Dan perubahan itu tidak diantisipasi dengan baik oleh industri periklanan begitupun pelaku bisnis lainnya. Sehingga secara global, kekagetan masal ini mendapatkan ganjaran yang mahal. Jenis pekerjaan yang sebelumnya ada, tergantikan oleh jenis pekerjaan baru, hasil tuntutan era digital.
Seolah menjadi alternatif yang lebih terjangkau, berbondong pebisnis yang kini memilih beriklan via medium digital. Mematikan satu demi satu nama-nama besar media karena target market yang sudah lebih dulu shifting. Bahkan tak sedikit biro iklan yang juga ikutan terkena imbasnya karena tidak semua memiliki keleluasaan bermanuver mengingat muatan kapal yang terlampau besar. Kalaupun ingin, halangan lainnya adalah miskinnya sumber daya manusia yang siap dan mumpuni mengingat cara bermain digital yang juga berbeda.Jangan sampai kita ikutan telat ngangkat, kalau belum siap dengan konsekuensinya. Lebih baik kita siapkan semua dengan memilih partner yang tepat. Saatnya bermain cantik dengan situasi yang ada, bermanuver dengan segala kemungkinan. Taktis untuk mencapai gol kita. #MainCantik